Profesi dan Perjalanan Atlet Olahraga
Masih ingat rasanya euforia Asian Games 2018 di Jakarta — Palembang yang sangat menggebu — gebu. Di satu sisi, aku senang bahwa banyak masyarakat Indonesia (yang ternyata) sangat menggemari dunia olahraga. Di lain sisi, ada rasa sedih juga melihat medali emas yang disumbangkan hampir semuanya dari cabang olahraga non-olimpiade. Tapi tak apalah, para atlet telah berusaha keras dan pencapaian mereka bahkan melampaui ekspektasi target medali emas Indonesia. Seperti biasa, aku melihat tangis dan haru bahagia bagi sang pemenang, dan juga tangis kekalahan yang menyakitkan bagi sang pecundang. Banyak orang mengatakan kekalahan adalah sebuah hal yang biasa dalam pertandingan. Ya, itu benar. Sangat benar. Tapi bagi mantan atlet sepertiku, aku yakin tangisan kekalahan terkadang bukan karena hanya soal hasil pertandingan, cibiran, ataupun hujatan kebencian dari masyarakat. Tapi terkadang itu adalah hasil akumulasi dari perjalanan yang sangat panjang.
Perjalanan panjang seorang atlet hingga menjadi seorang juara memang bukanlah perjalanan biasa. Perjalanan tersebut membutuhkan pengorbanan yang sangat besar. Dibalik nama pebulu tangkis Jonathan Christie, ada ribuan orang yang telah berusaha sangat keras, namun mereka tidak mendapat tempat di Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas). Kompetisi memang memaksa kita berjuang dan mendapatkan yang terbaik dari semuanya. Namun sayangnya, jumlah pemenang dalam kompetisi olahraga biasanya hanya 3 orang, yaitu peraih medali emas, perak, dan perunggu. Dengan jumlah pemenang yang terbatas dari banyak orang, anda harus menguras fisik maupun pikiran untuk berlatih sekeras mungkin agar dapat mengalahkan lawan anda. Yang terakhir, anda harus ingat kekuatan anda akan tergerus usia, suatu faktor yang tidak dapat anda hindari. Berbagai risiko ini membuat tidak begitu banyak orang yang benar — benar ingin menjadikan atlet sebagai profesi. Tidak ada istilah aman dan permanen dalam dunia atlet. Anda akan terus hidup dalam dunia kompetisi hingga karir anda berakhir. Syukur — syukur jika prestasi anda cukup prestisius hingga membuat anda diterima sebagai PNS seperti beberapa atlet bulu tangkis belum lama ini. Kalau tidak, anda harus bersiap — siap dimakan usia dan seketika pendapatan anda akan hilang.
Pertanyaannya, apakah menjadikan atlet menjadi profesi layak dipertimbangkan? Sebagai mantan atlet, aku sendiri sedikit kesulitan menjawabnya. Aku juga memutuskan untuk pensiun setelah baru saja memasuki kelas senior, tepatnya saat aku sudah diproyeksikan untuk membela provinsi Jawa Timur dalam PON 2016. Sebenarnya, tidak ada jawaban absolut untuk ya dan tidak dalam kasus ini. Kita selalu memiliki pilihan, dan itulah yang menjadi tanggung jawab kita. Tapi jika kalian pernah berpikir ingin menjadikan atlet sebagai profesi anda (atau saudara anda, anak, dsb), semoga tulisan ini dapat membantu kalian untuk memberikan sedikit gambaran tentang perjalanan panjang itu. Namun, perlu diperhatikan bahwa penjenjangan untuk tiap daerah dan tiap cabang olahraga bisa berbeda. Dalam tulisan ini, aku akan mencontohkan berdasar pengalaman pribadi menjadi atlet Karate mulai dari kota hingga nasional. Aku juga akan menjadikan Pelatnas sebagai pencapaian akhir tulisan ini. Aku rasa sangat masuk akal, karena Pelatnas adalah tempat akhir bagi setiap atlet untuk dapat mencapai “jaminan” dari negara untuk berlaga di kompetisi internasional. Pelatnas juga adalah tempat bagi kalian yang ingin menjadikan profesi atlet sebagai sumber pendapatan utama.
Pada umumnya, tiap cabang olahraga akan mengelompokkan kelasnya berdasar usia hingga suatu tingkat umur tertentu. Diatas umur tersebut, biasanya ia akan dianggap sebagai kelas senior yang tidak lagi memperhitungkan usia. Dalam karate, terdapat beberapa kelas seperi usia dini, pemula, cadet, junior, hingga senior. Dalam penjenjangan Pelatnas, pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi junior dan senior. Beberapa cabang olahraga yang mempunyai dana yang besar seperti sepak bola dapat menjenjangkan Pelatnas menjadi kategori umur (U-19, U-23, dsb.), namun untuk sebagian besar cabang olahraga, umumnya hanya memiliki 2 pelatnas, yaitu Pelatnas junior (Pelatnas Pratama) dan Pelatnas senior (Pelatnas). Dalam cabang olahraga karate di Surabaya, perjalanan menuju Pelatnas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada beberapa cabang olahraga besar, bagan senior diatas bisa sedikit berbeda karena terdapat banyak open championship besar level internasional yang mempermudah atlet memasuki Pelatnas. Hal tersebut akan dikupas dalam pembahasan masing — masing bagan.
Junior — Pelatnas Pratama
Secara umum, seluruh atlet selalu memulai perjalanan dari sebuah klub. Sebagai contoh, aku memulai karate dari klub (perguruan) Indonesia Karate-Do (Inkado). Dari perguruan ini, anda akan belajar segalanya dari nol. Kemudian, suatu saat jika perguruan memutuskan anda layak untuk bertanding, maka anda akan diikutkan dalam beberapa pertandingan terbuka (open championship) dengan membawa nama perguruan anda masing — masing. Umumnya, anda akan diikutkan pertandingan dalam lingkup yang masih terbatas di kota. Setelah performa anda meningkat dan anda secara konsisten dapat menjuarai berbagai pertandingan, anda dapat memasuki tingkat yang lebih tinggi, yaitu anda diangkat menjadi atlet kota/kabupaten. Di Surabaya, badan khusus yang menangani atlet — atlet kota ini disebut Puslatcab (Pusat Latihan Cabang) Surabaya. Beberapa daerah di Jawa Timur juga menggunakan istilah ini. Sedikit perbedaan di Surabaya, anda biasanya wajib menjuarai Piala KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) untuk dapat memasuki Puslatcab. Piala KONI adalah kejuaraan tingkat kota yang biasanya diadakan mendekati akhir tahun untuk promosi — degradasi atlet Puslatcab.
Secara umum, dengan memasuki Puslatcab, maka dapat dikatakan anda adalah atlet yang dipilih oleh kota untuk dapat membawa nama kota tersebut dalam kompetisi. Sebagai contoh, jika saya adalah atlet Puslatcab karate Surabaya, maka Puslatcab dapat menurunkan saya di kompetisi dengan membawa nama FORKI Surabaya (FORKI adalah Federasi Olahraga Karate Indonesia, induk organisasi karate Indonesia). Dengan kata lain, saya telah menjadi atlet yang dipercayai oleh Surabaya untuk berkompetisi di event yang lebih besar, seperti kejuaran level Provinsi Jawa Timur. Meskipun anda adalah atlet Puslatcab, anda tetap adalah atlet dari perguruan masing — masing. Sehingga dengan memasuki atlet Puslatcab, bukan berarti anda sudah lepas dari perguruan atau klub anda masing — masing. Keuntungan anda menjadi atlet Puslatcab Surabaya adalah anda mendapat honor dari Dinas Pemuda dan Olahraga Surabaya. Selain itu, anda juga akan mendapat fasilitas — fasilitas lain yang disediakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota anda masing — masing. Yang perlu diingat adalah performa anda tetap akan diawasi selama di Puslatcab. Jika anda tidak bisa mempertahankan performa anda, terutama di Piala KONI, maka bersiaplah untuk mendapat degradasi dan kembali ke perguruan anda masing — masing.
Sebelum membahas tahap selanjutnya, pada level provinsi, biasanya mulai ada multievent olahraga besar yang diadakan oleh provinsi yang bersangkutan. Beberapa daerah seperti Jawa Timur mempunyai kompetisi yang dinamakan PORPROV. Di Jawa Barat, anda akan menjumpai kompetisi PORDA. Pada intinya, multievent ini adalah event olahraga besar yang mempertandingkan seluruh kota dalam 1 provinsi (jangka waktu multievent ini biasanya 2 tahunan), mirip seperi PON namun dalam lingkup provinsi dan memiliki batasan usia junior (biasanya 17 tahun). Dalam multievent ini juga, jumlah emas dari masing — masing kota akan dihitung dan diambil juara umumnya. Dalam mempersiapkan multievent ini (dalam kasus ini PORPROV), Puslatcab biasanya akan membentuk tim khusus yang dipersiapkan untuk multievent ini. Di Surabaya, Puslatcab membentuk tim khusus yang terdiri dari atlet dan pelatih pilihan yang dinamakan SIAP GRAKK (Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi, Gelorakan Kemenangan). Dispora kota pada umumnya menyediakan biaya khusus untuk multievent ini yang jumlahnya cukup besar dibandingkan kejuaraan dalam lingkup provinsi biasa. Jika melihat bagan yang telah aku perlihatkan, memenangkan PORPROV memang tidak membawa anda secara langsung kemana — mana. Tapi multievent ini cukup layak dipertimbangkan dari segi prestisius dan juga bonus.
Yang menjadi tujuan utama selanjutnya setelah anda memasuki Puslatcab adalah anda harus menjuarai Kejuaraan Daerah (Kejurda) Provinsi, dalam kasus ini Kejurda Jatim. Mengapa? Karena kejurda ini akan membawa anda masuk kedalam tim khusus yang dipersiapkan untuk memasuki Kejuaraan Nasional (kejurnas). Pada umumnya, lawan — lawan yang anda hadapi di PORPROV juga adalah lawan terberat anda di kejurda. Setiap cabang olahraga memiliki ketentuan yang berbeda — beda mengenai hasil kejurda. Di karate, hanya juara 1 kejurda dari masing — masing kelas yang dipilih untuk mengikuti kejurnas. Perlu diingat bahwa apa yang aku bicarakan adalah jalur kelas junior. Jika anda adalah kelas senior, juara kejurda bukanlah jaminan anda untuk masuk kejuaraan nasional (akan dibahas di bagian senior). Yang menarik dari kejurda adalah anda bisa mengikuti kejurda dengan membawa nama perguruan anda. Artinya, jika aku bukan atlet puslatcab, aku masih dapat mengikuti kejurda dengan membawa nama perguruan saya, yaitu Inkado Surabaya (ingat bahwa anda tetap harus dipilih oleh Klub pusat kota anda, bukan ranting tertentu). Artinya, jika anda bukan puslatcab namun dapat mengalahkan atlet puslatcab di kejurda, anda tetap akan dipilih untuk mewakili provinsi Jawa Timur dalam kejurnas, meskipun hal seperti ini jarang terjadi. Inilah yang sangat membedakan PORPROV dengan Kejurda. Di PORPROV, anda hanya dapat mewakili nama kota anda, sehingga peserta yang tampil di PORPROV hampir pasti adalah atlet terbaik dari kota tersebut. Ini membuat PORPROV menjad lebih efisien dari jumlah peserta dibandingkan dengan kejurda.
Setelah menjuarai kejurda (anggaplah juara 1), maka anda akan mewakili provinsi anda dalam kejuaraan nasional. Lagi — lagi, kebanyakan cabang olahraga, termasuk karate, masih dapat mempertandingkan atlet yang mewakili perguruan/klub. Biasanya, klub akan mengadakan kompetisi internal mereka sendiri (kejuaraan nasional perguruan) untuk dapat mewakilkan atlet klub mereka ke kejurnas. Dalam pengalamanku, aku pernah menjuarai kejuaraan internal klub dan kejurda, sehingga aku dapat membawa nama perguruan ataupun nama provinsi. Dalam kasus ini, anda tetap harus membawa 1 nama, dan tentu saja akan lebih baik anda memilih membawa nama provinsi anda. Kekurangan di sistem junior ini adalah (sepengetahuan penulis) tidak ada pusat latihan setingkat provinsi di level junior. Sehingga jika anda gagal dalam kejurnas, anda harus memulai semuanya dari level puslatcab lagi. Perlu diingat bahwa ada kejuaraan terbuka (open championship) yang juga setingkat nasional. Anda harus dapat membedakan kejurnas cabang olahraga anda dengan kejuaraan terbuka setingkat nasional. Di karate, kejuaraan nasional junior adalah Kejurnas Piala Mendagri. Selain itu, kejuaraan tersebut hanyalah kejuaraan terbuka setingkat nasional. Menjuarai kejuaraan terbuka setingkat nasional bahkan tidak menjamin anda dapat masuk ke Puslatcab. Namun, dengan mengikuti kejuaraan terbuka setingkat nasional, setidaknya anda akan mendapat gambaran lawan — lawan yang akan anda hadapi di level nasional, meskipun tidak menjamin seluruhnya. Sehingga sangat penting bagi kita untuk mengikuti kejuaraan terbuka sebelum memasuki kejuaraan resmi sesungguhnya. Perguruan/klub adalah tempat yang sangat fleksibel dan dapat dimanfaatkan dalam hal ini.
Jika anda menjuarai kejurnas, maka anda akan memasuki tahap Pelatnas Pratama. Sebelum membahas lebih dalam, perlu diingat bahwa pada kenyataannya, banyak cabang olahraga yang hanya memfokuskan Pelatnas Pratama ini untuk satu event terbesar di cabang olahraga masing — masing. Sebagai contoh di karate, Pelatnas Pratama hanya difokuskan untuk menjuarai South East Asia Karate Federation (SEAKF) Championship, dan kemudian World Karate Federation (WKF) Championship. Setelah itu, Pelatnas Pratama ini akan dibubarkan dan kembali dibentuk tahun berikutnya setelah seleksi yang sama. Namun dalam cabang olahraga seperti bulu tangkis dan sepak bola, Pelatnas Pratama ini mendapat suntikan dana yang cukup besar sehingga Pelatnas ini bersifat kontinu dan dapat dilakukan promosi — degradasi. Perbedaan yang cukup signifikan di cabang olahraga seperti ini juga adalah adanya banyak open championship berskala internasional yang prestisius, sehingga mempermudah proyeksi dari atlet — atlet pelatnas Pratama. Jika anda telah mencapai level ini, pekerjaan anda berikutnya adalah mempertahankan prestasi tersebut di tahun — tahun berikutnya sebelum anda masuk ke level senior.
Selain kompetisi — kompetisi diatas, terdapat beberapa kompetisi lain di level junior yang cukup prestisius dapat digunakan untuk menambah pundi — pundi prestasi (dan honor tentunya). Contohnya, O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) dan POPDA/POPNAS (Pekan Olahraga Pelajar Daerah/Nasional). Di O2SN, anda akan membawa nama sekolah anda, sedangkan di POPDA/POPNAS, anda tetap membawa nama kota/provinsi. Beberapa waktu yang lalu juga sempat diadakan PON Remaja, namun kelanjutan dari kompetisi ini masih belum jelas. Jika PON Remaja akan kembali diadakan, anda perlu mempertimbangkan kompetisi ini bukan hanya dari sekedar honor, namun proyeksi. Mengapa? Anda akan mendapatkan jawabannya di bagian Senior.
Senior — Pelatnas
Pada umumnya, yang dapat anda lihat dari bagan senior adalah bagan tersebut lebih sempit daripada bagan junior di awal. Yang bisa disimpulkan adalah, kompetisi di senior lebih terpusat di level — level nasional. Jika anda adalah atlet di kelas senior, anda harus segera membidik panah anda pada kejuaraan dengan level — level tersebut. Namun, pada awalnya, anda masih tetap akan memasuki jalur yang sama, yaitu memulai dari klub kemudian Puslatcab dengan mengikuti open championship dan juga Piala KONI. Namun pada beberapa cabang olahraga, piala KONI dan bahkan Puslatcab ditiadakan untuk kelas senior, sehingga anda harus memulai dari klub dengan mengikuti kejuaraan terbuka pada berbagai level. Pada intinya, adanya Puslatcab atau tidak, anda harus mengikuti berbagai kejuaraan terbuka dan kejuaraan resmi seperti kejurda untuk bersaing menuju tahap selanjutnya.
Berbeda dengan tingkat junior, tingkat senior umumnya memiliki pemusatan latihan di tingkat provinsi. Di tingkat Jawa Timur, pemusatan latihan ini disebut Pusat Latihan Daerah (Puslatda) yang berada di bawah Dispora provinsi. Di level senior, Puslatda berfokus pada 2 kompetisi utama, yaitu kejurnas senior sekaligus multievent PON. PON dilaksanakan 4 tahun sekali, namun kejuaraan nasional masing — masing cabang olahraga biasanya dilaksanakan tiap tahun. Tidak seperti PORPROV yang memiliki bonus cukup besar namun tidak langsung membawa anda kemana — mana (seperti bagan yang telah dibahas sebelumnya), menjuarai PON selain membawa bonus yang jauh lebih besar juga akan membawa anda memasuki Pelatnas (inilah mengapa anda perlu mempertimbangkan PON Remaja jika diadakan kembali). Selain PON, kejuaraan nasional cabang olahraga masing — masing juga akan menjadi tolak ukur dalam penentuan anda masuk ke pelatnas atau tidak. Di cabang olahraga karate, kejuaraan nasional senior resminya adalah Piala KASAD. Hal yang sama dengan level junior, anda masih dapat membawa nama perguruan/klub untuk berlaga kejurnas, dalam hal ini Piala KASAD. Maka jika anda dapat membawa nama klub anda dan memenangkan Piala KASAD, anda masih dapat masuk ke Pelatnas tanpa melalui Puslatda. Namun, peluang tersebut biasanya sangat kecil dan bahkan belum pernah ada di Jawa Timur sewaktu aku menjadi atlet. Sepertinya benar kalimat “sang juara tidak pernah muncul tiba — tiba”.
Berbeda dengan Pelatnas Pratama, Pelatnas level senior adalah program kontinu yang diikuti dengan evaluasi dan promosi-degradasi. Pelatnas senior tidak hanya fokus di Kejuaraan Internasional di level cabang olahraga, tetapi juga multievent besar seperti SEA Games, Asian Games, Olimpiade, dll. Jika anda berhasil memasuki Pelatnas, anda telah mencapai puncak karir anda sebagai atlet Indonesia. Namun, bukan berarti posisi anda aman. Ingat bahwa anda memiliki ratusan bahkan ribuan orang yang siap untuk menempati posisi anda jika anda tidak dapat menjaga performa. Sebagian besar cabang olahraga memperbolehkan atlet Pelatnas untuk mengikuti PON. Hal ini juga sekaligus menjadi sarana evaluasi performa atlet tersebut. Hampir semua atlet di Pelatnas tidak berolahraga hanya sebagai hobi, namun juga pekerjaan. Bagi mereka, atlet adalah profesi dan penyumbang pendapatan yang utama. Sama seperti pekerja kantoran yang setiap hari berangkat ke kantor, mereka berlatih hampir setiap hari layaknya orang bekerja pada umumnya dan beristirahat di akhir minggu. Perbedaannya, seperti yang telah disebutkan di awal tulisan ini, tidak ada istilah aman dan permanen dalam atlet. Anda akan hidup dalam dunia kompetisi tanpa akhir. Tanpa adanya mental berkompetisi, usia Pelatnas anda tidak akan lama.
Permulaan Bagi Kita
Dengan penjelasan yang ada diatas, anda seharusnya dapat melihat betapa keras dan panjangnya perjalanan anda sebagai atlet olahraga hingga mencapai pelatnas. Maka, jika anda melihat atlet pelatnas Indonesia mengalami kekalahan, anda dapat membayangkan kesedihan mereka karena kalah dan juga kengerian mereka karena ada banyak atlet lain diluar sana yang terus mengincar posisi mereka. Anda juga telah melihat bahwa atlet junior memiliki jalan yang lebih bervariasi dalam mencapai Pelatnas. Maka, jika anda sendiri, saudara, teman, atau bahkan anak anda ingin merintis karir sebagai atlet olahraga, aku ingin mengingatkan beberapa hal. Pertama, mulailah sedini mungkin. Dengan mulai sedini mungkin, akan banyak jalan dan kesempatan yang bisa dimanfaatkan. Jika anda memulai dari kelas senior, akan sangat sulit mengejar semuanya. Kedua, miliki mental berkompetisi. Tidak ada atlet profesional yang terlalu bangga pada kemenangan dan terlalu sedih dengan kekalahan. Mereka adalah orang yang selalu ingin mencapai kemenangan tanpa mengingat — ingat masa lalu. Ketiga, berfokuslah menjadi atlet Pelatnas. Selalu tanamkan bahwa setiap kemenangan yang anda peroleh adalah jalan untuk mencapai pelatnas. Keempat, kalahkan rasa bosan. Menjadikan atlet sebagai pekerjaan sama seperti pekerja kantoran yang harus melakukan pekerjaan mereka hingga selesai dan pensiun. Anda harus mampu mengalahkan rasa bosan anda terhadap latihan keras bercucuran keringat dan darah. Terakhir, persiapkan dan pikirkan masa pensiun. Banyak atlet sepak bola yang sudah mengambil lisensi pelatih sepak bola sejak menjadi atlet. Mereka sadar bahwa suatu saat usia mereka akan menua dan kemampuan fisik mereka akan menurun. Anda pun harus memikirkan kondisi tersebut, jangan hanya menggantungkan pada program pensiunan dan jaminan masuk PNS dari pemerintah.
Sebagai mantan atlet, aku mengerti bahwa menjadikan atlet sebagai profesi memiliki risiko. Atlet pelatnas adalah sekian diantara ribuan orang — orang yang terpilih untuk membawa sang merah putih di kompetisi dunia. Tak heran jika perjalanan panjang dan berat harus dilaluinya. Jika anda merasa menjadi atlet olahraga hanyalah sarana meraih prestasi selagi muda, teruskanlah perbuatan baik kalian. Raihlah prestasi setinggi mungkin selagi anda bisa. Bagi anda yang benar — benar ingin menjadikan atlet olahraga sebagai profesi, maka bersiaplah dengan kehidupan kompetisi yang melelahkan. Bersiaplah dengan pekerjaan yang belum bisa menjamin keamanan anda setelah pensiun. Bersiaplah dengan komentar dan cacian orang — orang sewaktu anda tidak bisa bertanding dengan baik. Dan yang terakhir, bersiaplah membawa nama kota, provinsi, hingga nama Indonesia di pundak anda menuju penjuru dunia.
Anda siap?